Libur telah usai.. Saatnya kembali ke rutinitas sehari-hari..
Beberapa hari libur menulis karena mau fokus bersama keluarga, menikmati liburan. Sebenarnya saya sudah pulang ke Bandung dari hari rabu kemarin namun hawa liburan masih ada, masih enggan buka laptop. Laptopnya aja baru dibuka dari bungkusan bubble wrapnya kemarin malam, dan baru deh keluar semangat menulis curcol lagi.
Beberapa hari libur menulis karena mau fokus bersama keluarga, menikmati liburan. Sebenarnya saya sudah pulang ke Bandung dari hari rabu kemarin namun hawa liburan masih ada, masih enggan buka laptop. Laptopnya aja baru dibuka dari bungkusan bubble wrapnya kemarin malam, dan baru deh keluar semangat menulis curcol lagi.
Mudik tahun ini saya puas sekali bisa sebulan lebih bersama orang tua, ya walaupun sebulan saja tidak cukup rasanya melepas rindu keluarga namun setidaknya bisa mengobati sementara. Untuk bisa liburan selama itupun saya pun harus mengorbankan sekolah Babang, dia jadi enggak ikut sekolah selama ramadhan dan hasil rapotnya pun belum diambil sampai sekarang. Satu lagi yang saya korbankan adalah meninggalkan suami sendirian dirumah eh enggak sendirian sih ada ibunya juga dirumah. Namun pengorbanan saya itu Alhamdulillah terbayar dengan kebahagiaan bisa berkumpul bersama keluarga.
Kebahagiaan Bersama Keluarga
Kebahagiaan Bersama Keluarga
Hal pertama yang membuat saya merasa sangat bahagia bisa bertemu dengan keluarga adalah rasa rindu yang setiap hari saya rasakan bisa terobati. Senang sekali bisa bertemu orang tua, kakak-kakak dan keponakan. Apalagi melihat mereka sehat juga membuat saya bahagia.
Hal lainnya adalah “Kenyamanan”. Saat saya tinggal bersama orang tua sendiri, disanalah saya merasa saya nyaman sekali terbukti dengan menambahnya berat badan saya hahaha. Gimana enggak naik, kerjaannya selama liburan ya makan terus. Si Mama anak hilangnya lagi pulang ke rumah bener-bener dimanja sekali urusan makanan. Mungkin dia watir lihat anak hilangnya kurus banget, hampir 6 tahun tinggal di Bandung tiap mudik badannya pas lagi kurus terus hihihi.
Anak-anak pun lebih sering main bersama orang tua saya dibandingkan dengan saya, ini nih yang bikin rasanya ringan banget hidup tuh. Bukan berarti saya menyerahkan sepenuhnya anak-anak ke orang tua, namun momen saya mudik adalah momen dimana orang tua saya bisa bertemu dengan cucu-cucu jauhnya. Jadi saya sih membiarkan saja mereka bermain dengan anak-anak, toh enggak akan setiap hari juga mereka bisa bersama-sama ya iyalah Cuma setahun sekali saja saya pulang ke Tangerangnya.
Kenyamanan Sesaat
Sayangnya kenyamanan yang saya dapatkan hanya sesaat saja, liburan sudah selesai sudah saatnya saya meninggalkan kenyamanan dan kembali ke realita “Hidup itu berat, Bung Dilan”. Kembali ikut merantau ikut suami, tinggal bareng mertua dan mengasuh anak-anak sendirian lagi. Selama perjalanan pulang sudah menyiapkan stok sabar karena sudah kebayang-bayang suasana dapur saya sedang masak dengan backsound tangisan anak-anak hahaha dan itu “NYATA” selama beberapa hari kemarin sudah terwujud bayangan saya itu.
Kenapa memilih meninggalkan kenyamanan?
Saya memilih untuk meninggalkan kenyamanan karena sudah menjadi pilihan saya. Ketika saya memilih pasangan hidup beda daerah, maka saya harus bisa menerima konsekuensi kalau saya harus hidup berjauhan dari orang tua. Ketika saya memilih untuk memiliki anak, maka saya pun harus menerima konsekuensi bakalan diuji terus kesabarannya.
Memilih untuk meninggalkan kenyamanan enggak buruk juga koq, justru ini membawa dampak yang begitu besar untuk kehidupan saya. Dimana saya bisa belajar untuk bisa hidup mandiri, saya bisa belajar menghargai hidup dan orang lain, dan masih banyak lagi pelajaran positif yang saya dapatkan.
Adakah yang sedang galau antara keluar dari zona nyaman atau tetap? Kalau menurut saya sih jangan pernah takut keluar dari zona nyaman dan menggapai apa yang kamu ingin raih, ASAL kamu bisa menerima segala konsekuensi yang akan kamu terima nantinya saat kamu memutuskan keluar dari zona nyaman. SEMANGATTT..
Anak-anak pun lebih sering main bersama orang tua saya dibandingkan dengan saya, ini nih yang bikin rasanya ringan banget hidup tuh. Bukan berarti saya menyerahkan sepenuhnya anak-anak ke orang tua, namun momen saya mudik adalah momen dimana orang tua saya bisa bertemu dengan cucu-cucu jauhnya. Jadi saya sih membiarkan saja mereka bermain dengan anak-anak, toh enggak akan setiap hari juga mereka bisa bersama-sama ya iyalah Cuma setahun sekali saja saya pulang ke Tangerangnya.
Kenyamanan Sesaat
Sayangnya kenyamanan yang saya dapatkan hanya sesaat saja, liburan sudah selesai sudah saatnya saya meninggalkan kenyamanan dan kembali ke realita “Hidup itu berat, Bung Dilan”. Kembali ikut merantau ikut suami, tinggal bareng mertua dan mengasuh anak-anak sendirian lagi. Selama perjalanan pulang sudah menyiapkan stok sabar karena sudah kebayang-bayang suasana dapur saya sedang masak dengan backsound tangisan anak-anak hahaha dan itu “NYATA” selama beberapa hari kemarin sudah terwujud bayangan saya itu.
Kenapa memilih meninggalkan kenyamanan?
Saya memilih untuk meninggalkan kenyamanan karena sudah menjadi pilihan saya. Ketika saya memilih pasangan hidup beda daerah, maka saya harus bisa menerima konsekuensi kalau saya harus hidup berjauhan dari orang tua. Ketika saya memilih untuk memiliki anak, maka saya pun harus menerima konsekuensi bakalan diuji terus kesabarannya.
Memilih untuk meninggalkan kenyamanan enggak buruk juga koq, justru ini membawa dampak yang begitu besar untuk kehidupan saya. Dimana saya bisa belajar untuk bisa hidup mandiri, saya bisa belajar menghargai hidup dan orang lain, dan masih banyak lagi pelajaran positif yang saya dapatkan.
Adakah yang sedang galau antara keluar dari zona nyaman atau tetap? Kalau menurut saya sih jangan pernah takut keluar dari zona nyaman dan menggapai apa yang kamu ingin raih, ASAL kamu bisa menerima segala konsekuensi yang akan kamu terima nantinya saat kamu memutuskan keluar dari zona nyaman. SEMANGATTT..
CatatanRia.com
Di luar zona nyaman, biasanya keajaiban yang gak terpikirkan sebelumnya malah terjadi hihihi. Jadi lebih strong juga :)
ReplyDeleteCheers,
Dee - heydeerahma.com
Iyaa lah, kalo udh mutusin utk menikah, ikut suami walo itu artinya kkuar dari zona nyaman, ya harus siap jalanin. Tp buatku sih, menikah malah bikin aku pindah dari zona biasa, ke zona nyaman banget hahahaha :p. Mungkin ini efek karena dari sekolah aku memang udh jauh dr ortu krn sekolah di luar kota. Jd pilihan menikah buatku ya masuk ke zona nyaman :)
ReplyDeleteAku dari awal ramadan kemarin akhirnya memutuskan keluar dari rumah mama dan tinggal di rumah sendiri bersama suami dan ayah mertua. Awalnya sih sempat galau Banget tapi setelah dijalani ternyata tak seburuk yang dibayangkan
ReplyDeletesemangat terus ya Mbak.. :) :)
ReplyDeleteIya bener ya setiap pulkam seperti berada di zona nyaman 😊😊. Tapi Balik lagi ke realita, Aku dulu sering py perasaan Kaya gini, Tapi sekarang malah di kampung terus betah 😂😂
ReplyDelete